Rabu, 09 Mei 2012

Film Sebagai Objek Analisis Semiotik


 Film Sebagai Objek Analisis Semiotik
                Film merupakan bidang yang amat relevan bagi analisis semiotik. Seperti yang dikemukakan Art Van Zoest, film dibangun dengan tanda – tanda semata. Tanda – tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerjasama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan tanda – tanda fotografi statis, rangkaian tanda dalam film menciptakan imajinasi atau sistem penandaan. Pada film digunakan tanda – tanda ikonis yaitu tanda – tanda yang menggambarkan seseuatu. Gambar yang dinamis pada sebuah film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikannya.[1]
                        Analisis semiotik pada film berlangsung pada teks yang merupakan struktur dari produksi tanda. Bagian struktur penandaan dalam film biasanya terdapat dalam unsur tanda paling kecil, dalam film disebut scene. Scene dalam film merupakan satuan terkecil dari struktur cerita film atau biasa disebut alur. Alur sendiri merupakan sejumlah motif satuan – satuan fiksional terkecil yang terstruktur sedemikian rupa sehingga mampu mengembangkan tema serta melibatkan emosi – emosi. Sebuah alur biasanya mempunyai fungsi estetik pula, yakni menuntun dan mengarahkan perhatian penonton ke dalam susunan motif – motif tersebut.
                        Analisis semiotik berupaya menemukan makna tanda termasuk hal – hal yang tersembunyi dibalik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya sangat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut berada.[2]   
            Di dalam teori semiotika, proses pemaknaan gagasan, pengetahuan atau pesan secara fisik disebut representasi. Secara lebih tepat ini didefinisikan sebagai penggunaan tanda – tanda untuk menampilkan ulang sesuatu yang dicerap, diindra, dibayangkan atau dirasakan dalam bentuk fisik.[3] Cerita pada film tidak saja berupa refleksi dari realitas kehidupan masyarakat yang dipindahkan ke dalam seluloid semata, film juga menjadi media representasi dari kehidupan masyarakat. Dalam hal ini film menghadirkan dan membentuk kembali realitas berdasarkan kode – kode, konvensi – konvensi dan ideologi dari kebudayaan. Menurut Stuart Hall, seperti dikutip Budi Irawanto, film sebagai sebuah konsep representasi memiliki beberapa definisi fungsi, yaitu menunjuk, baik pada proses maupun produksi pemaknaan suatu tanda. Representasi juga menjadi penghubung makna dan bahasa dengan kultur. Lebih jauh lagi, makna dikonstruksi oleh sistem representasi dan diproduksi melalui sistem bahasa yang fenomenanya bukan hanya melalui ungkapan – ungkapan verbal tapi juga visual.


[1] Rachmat Kriyantono, Teknik praktis riset komunikasi, ( Jakarta :Prenada Media Group, 2008), Hlm. 263.
[2] Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), hlm. 3.

[3] Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), hlm.128.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar